Seniberjalan.com_Jaman sekarang Vino G. Bastian lebih dikenal sebagai artis ketimbang Ayahnya, Bastian Tito. Memang, Bastian sudah almarhum dan dia bukanlah seorang artis melainkan seorang novelis. Namun, keberhasilan Vino masuk ke dunia seni peran tak terlepas dari dukungan sang Ayah.

Siapa Bastian Tito? Nama ini semakin dicari dan bertambah hidup saat novel silat Wiro Sableng berhasil difilmkan oleh kakak Ipar Vino G. Bastian, Sheila Timothy. Bastian Tito adalah kunci sukses pencipta karakter superhero Indonesia berkapak naga 212 tersebut.

Sejak diputar akhir Agustus lalu, terbukti antusias masyarakat Indonesia sangat tinggi untuk menonton film ini. Target satu juta penonton pun terlewatkan. Lewat Vino, superhero WIro Sableng seperti ingin dipertahankan. Jangan sampai dilupakan generasi karena superhero ini punya Indonesia dan ceritanya dibuat oleh anak bangsa sendiri.

Bastian Tito merupakan laki-laki berdarah Minang kelahiran 23 Agustus 1945 dan wafat di usianya yang ke-60 pada 2 Januari 2006 lalu. Ia menjalani profesinya sehari-hari sebagai seniman dan penulis novel.

Saat memutuskan merantau ke Jakarta diusia muda, laki-laki yang memiliki hobi bermain catur ini mengenyam pendidikan tinggi sambil bekerja sebagai jurnalis di majalah hiburan Vista pada 1960-an untuk membiayai kuliah.

Laki-laki ini juga berhasil meraih gelar Master of Bussines Administration (MBA). Dia pun pernah bekerja sebagai karyawan bagian purchasing di sebuah perusahaan swasta.

Sebenarnya, Bastian suda punya bakat menulis sejak sekolah dasar. Namun baru pada tahun 1964-lah dia mulai mengumpulkan hasil karyanya dalam bentuk buku. Sedangkan menulis novel Wiro Sableng dia lakukan sejak tahun 1967.

Untungnya karya Bastian tak dilupakan jaman. Bahkan, ada beberapa komunitas yang mengabadikan karyanya lewat e-book maupun costplay. Hingga akhirnya Ia dianggap sebagai senior dalam dunia literasi tanah air lewat peninggalan cerita Wiro Sableng ini.

Mungkin tak banyak yang tahu bagaimana kisah Bastian menuliskan karya otentiknya itu dan kemudian akhirnya diputuskan difilmkan tahun ini. Sebelumnya, Bastian sempat menolak difilmkan lantaran takut pembuatan film Wiro Sableng jatuh ke tangan orang yang salah.

Namun, melalui Ken-ken atau Herning Sukendro (Pemeran Wiro Sableng versi sinetron), ia sempat berpesan jika suatu saat nanti karakter Wiro Sableng harus diperankan oleh anaknya sendiri, Vino G. Bastian. Dan mimpi itu kini terwujud, Vino menerima mandat dari sang Ayah.

Vino G. Bastian (foto: namalo news)

Terobsesi Semangat Menulis

Bastian Tito menulis sendiri cerita Wiro Sableng yang kala itu hanya menggunakan mesin ketik. Sementara pengeditan cerita dilakukan oleh asistennya sendiri. Satu episode, rata-rata Bastian Tito menghabiskan waktu 3 minggu untuk menulis cerita.

Sekali menulis, biasanya Bastian Tito mampu menulis 2-3 buku. Bahkan Bastian bekerja hingga larut malam di saat anak-anaknya sudah tertidur. Dalam menulis cerita Bastian sangat berhati-hati atau tidak terkesan ‘ngasal’. Ilmu jurnalisnya tampaknya dipakai untuk melakukan riset terlebih dulu sebelum menulis ceria. Terutama mengunjungi tempat-tempat yang bisa dikaitkan dengan ceritanya.

Untuk satu tempat biasanya Ia membutuhkan waktu sampai 2 minggu. Hal tersebut dilakuka Ayah lima anak tersebut agar ia benar-benar bisa mengetahui adat, budaya, legenda maupun cerita-cerita masyarakat setempat. Semua itu lalu dihubungkan dengan situasi, suasana alam dan keadaan pada masa silam yang disinkronkan saat menulis Wiro Sableng.

Dalam ceritanya, Bastian mengisahkan Wiro Sableng sebagai lelaki muda yang sebenarnya bernama Wira Saksana untuk mencari makna hidup. Dia lihai bersilat, hasil tempaan bertahun-tahun dari sang gurunya Sinto Gendeng.

Dalam gambaran karakternya yang dibangun, Wiro memiliki sikap riang sehingga punya banyak teman, laki atau perempuan. Dia menggunakan kelihaiannya bersilat untuk menolong orang lemah dan menegakkan keadilan.

Tapi di sebalik itu, Wira Saksana punya perilaku serampangan: asal bertindak dan sering bercanda dalam situasi genting, bahkan dengan musuh. Kadang dia labil, lain waktu malah kekanak-kanakan. Tingkahnya lebih mirip seorang tak waras atau sableng.

Novel Wiro Sableng diorbitkan dua kali

Serial Wiro Sableng berhasil mencapai 2 kali orbit, tepatnya tahun 1989 dan 1994. Buku yang berhasil orbit ternyata buku terbitan lama tapi dicari kembali dan laris pada tahun 1990-an.

Novel itu telah dicetak dari episode 1 hingga 185 tapi pada tahun 2007 setelah Bastian wafat. Dua buku lainnya yang bernasib sama dengan cerita Wiro Sableng juga berhasil orbit di antaranya berjudul Makam Tanpa Nisan (1989) dan Guci Setan (1994).

Sementara buku lainnya yang pernah ditulis Bastian di antaranya Kupu-kupu Giok Ngarai Sianok, sebuah cerita silat yang mengambil seting budaya Minangkabau, Boma si Pendekar Cilik, dan novel lainnya.

Disamping menulis cerita silat dan fiksi bernuansa etnis, dia juga dikenal sebagai penulis spesialis novel bernuansa humor.

 

 

 

About the Author