Batam, Indonesia_Di Kampung Tua Bakau Serip, Nongsa, Batam, berdiri satu destinasi yang mungkin belum banyak diketahui wisatawan yakni, Ekowisata Pandang Tak Jemu.
Kampung ini bukan sekadar desa pesisir biasa, melainkan sebuah kawasan yang berhasil mengubah wajahnya dari tempat pembuangan sampah menjadi salah satu ekowisata mangrove terbaik di Kepulauan Riau.
Bakau Serip dulunya dipenuhi sampah. Tapi perlahan berubah, bukan oleh proyek besar atau investasi megah, melainkan oleh upaya mandiri dari warga kampung, yang dipimpin oleh seorang pria bernama Gari, yang kini menjadi simbol perlawanan terhadap kerusakan lingkungan.
Lewat kerja keras tanpa pamrih, kawasan ini disulap menjadi tempat wisata Pandang Tak Jemu atau wisata edukatif yang kini mulai dikenal hingga ke luar Batam.
Baca juga: Wisata Taman Rusa Batam: Tempat Healing di Tengah Hiruk Pikuk
Ditemukan Mangrove Usia Ratusan Tahun
Dengan luas sekitar 150 hektare, hutan mangrove di Bakau Serip menyimpan kekayaan ekologi. Di dalamnya tumbuh lebat pohon-pohon Rhizophora Apiculata berusia ratusan tahun, dengan akar menjulang dan mengakar kuat di tanah berlumpur.
Pepohonan ini bukan hanya memanjakan mata, tapi juga menjadi tameng alami bagi kampung dari terpaan angin utara dan badai pesisir. Kini, pengunjung bisa menikmati panorama hutan ini lewat jembatan kayu yang membelah rimbunnya vegetasi bakau di Pandang Tak Jemu.
Di sepanjang jalur ini, suasana tenang dan segar langsung terasa. Hembusan angin laut berpadu dengan gemericik air, menciptakan pengalaman yang menyejukkan tubuh dan pikiran. Destinasi ini tak hanya cocok untuk liburan santai, tetapi juga menjadi lokasi favorit untuk wisata edukatif.
Sekolah-sekolah dari luar kota bahkan luar provinsi sering datang untuk mengenal lebih dalam tentang pentingnya ekosistem mangrove. Program “edu-trip” di sini mengajak pengunjung tak sekadar melihat, tapi juga belajar menanam bibit mangrove, memahami peranannya, dan menyadari pentingnya menjaga pesisir.
Pandang Tak Jemu Dikelola Warga Setempat
Yang membuat tempat ini unik adalah keterlibatan masyarakat lokal dalam seluruh proses pengelolaannya. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) menjadi tulang punggung kegiatan, mulai dari penyambutan tamu, pemanduan, hingga pemeliharaan kawasan.
Mereka tak hanya membuka destinasi, tapi juga membangun budaya baru: wisata berbasis konservasi. Tak heran jika desa ini sempat masuk 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) dan menjadi inspirasi banyak kampung lain dalam mengelola wisata berkelanjutan.
Baca juga: Gasing Kepulauan Riau: Warisan Budaya yang Masih Berputar
Bakau Serip kini menawarkan beragam aktivitas menarik. Selain menelusuri jembatan mangrove, wisatawan bisa duduk santai di pondok-pondok kayu, menyaksikan burung laut beterbangan, dan menyerap ketenangan alam.
Jika beruntung, pengunjung bisa menyaksikan langsung pelepasan bibit mangrove atau kegiatan bersih-bersih pesisir yang rutin digelar oleh warga. Kampung Tua Bakau Serip mengajarkan satu hal penting: bahwa wisata bisa menjadi alat pelestarian lingkungan, dan bahwa perubahan besar bisa bermula dari tekad satu orang, asal dikerjakan dengan konsisten dan bersama-sama.
Lokasi