Turki, negeri yang membentang di antara benua Eropa dan Asia, tak hanya menjadi saksi bisu kebangkitan dan keruntuhan kekaisaran, tetapi juga penjaga warisan budaya yang terus hidup dan menjadi magnet dunia.
Di balik popularitas Turki, tersimpan harta karun arsitektur yang jarang disorot: masjid-masjid kayu autentik peninggalan era Seljuk dan Utsmaniyah. Kekayaan sejarah inilah yang mampu menarik wisatawan datang ke negara tersebut, termasuk dari Indonesia.
Menurut Türkiye Tourism Promotion and Development Agency (TGA), pada tahun 2023 tercatat sebanyak 178.800 wisatawan asal Indonesia mengunjungi Turki.
Istanbul dengan ikon seperti Hagia Sophia dan Cappadocia memang menjadi tujuan utama. Namun, keindahan Turki tidak berhenti di sana.
Di wilayah Anatolia, tersebar empat masjid kayu yang memukau dari segi arsitektur, tetapi juga membawa narasi panjang peradaban yang menjunjung tinggi estetika, spiritualitas, dan kearifan lokal.
Keempat masjid yang berlokasi di Ankara, Eskişehir, Afyonkarahisar, dan Konya, baru-baru ini diakui sebagai Warisan Dunia UNESCO dalam sidang ke-45 Komite Warisan Dunia di Riyadh, Arab Saudi, pada September 2023.
Dengan pengakuan ini, jumlah situs warisan dunia di Türkiye bertambah menjadi 21.
Berikut adalah potret dari keempat masjid kayu yang menawan tersebut, yang layak dikunjungi oleh para pelancong yang mendambakan wisata religi dan sejarah yang otentik.
1. Masjid Arslanhane, Ankara
Dikenal juga sebagai Masjid Ahi Şerafeddin, bangunan ini berdiri sejak awal abad ke-13. Nama “Arslanhane” atau “rumah singa” merujuk pada patung singa kuno yang tertanam di dinding kompleks makam di sebelah timurnya—sebuah simbol yang menggugah misteri masa lalu.
Struktur masjid sederhana, namun harmonis: satu lantai yang menggabungkan spolia batu marmer dan 24 pilar kayu yang menopang atapnya.
Dengan sejarah delapan abad, Arslanhane menjadi saksi keteguhan komunitas Ahi—kelompok persaudaraan pengrajin yang berpengaruh pada masa itu.
Baca juga: Pertama Kali ke Turki: Jelajah Masjid Kayu, Salju, dan Bunga Tulip
2. Masjid Sivrihisar Ulu, Eskişehir
Masjid ini adalah salah satu contoh langka masjid hypostyle kayu di Anatolia.
Dibangun sekitar abad ke-13 dan mampu menampung hingga 2.500 jemaah, masjid ini berdiri megah dengan 67 tiang dari kayu pinus dan kastanya, jenis pohon yang dikenal kuat dan tahan lama.
Menurut pemandu wisata TGA, Mehmet Dönmez, masjid kayu Turki ini dibangun oleh bangsa Seljuk yang pada waktu itu belum mengenal teknik konstruksi batu.
Langit-langitnya menampilkan detail ukiran yang rumit, sementara area mihrab dihiasi batu-batu dari kota kuno Pessinous, peninggalan Romawi.
Mimbar masjid dengan ornamen geometris dan floral dibuat sepenuhnya dari kayu tanpa paku, menerapkan teknik pertukangan tradisional yang disebut kündekari.
Setiap detailnya menyiratkan ketekunan tangan-tangan pengrajin masa lampau.
Baca juga: Berkunjung ke Museum Anatolia: Memuat Patung Dewi Cybele, Ibu Pertiwi Bangsa Frigia
3. Masjid Ulu Afyonkarahisar
Dibangun antara tahun 1272–1277, masjid ini merupakan salah satu warisan arsitektur terpenting dari masa dinasti Seljuk di wilayah Afyonkarahisar.
Atapnya ditopang oleh 40 tiang kayu yang dibuat oleh para pengrajin terampil, menciptakan suasana sakral yang tetap hangat dan bersahaja.
Mimbar dan mihrab yang masih asli, dibuat dari kayu pinus tanpa paku, menjadi bukti keandalan teknik tradisional yang bertahan hingga kini.
Kombinasi batu bata, ubin kaca, dan kayu memberikan tampilan unik yang tidak ditemukan di masjid-masjid bergaya Ottoman yang lazim di Istanbul.
4. Masjid Beyşehir Eşrefoğlu, Konya
Inilah masjid kayu dengan kolom terbesar di Anatolia. Dibangun antara 1296 dan 1299, masjid ini merupakan puncak kejayaan seni pertukangan kayu pada masa Seljuk.
Motif warna toska menghiasi pintu dan mihrab, menciptakan nuansa agung sekaligus hangat.
Tiang-tiang kayu, langit-langit yang seluruhnya terbuat dari kayu, serta mimbar yang dihiasi pola kalem işi—lukisan tangan khas—menjadi penanda penting dari keindahan arsitektur spiritual era itu.
Di sinilah keheningan ruang bertemu dengan narasi sejarah yang hidup dalam setiap serat kayunya.
Keempat masjid ini bukan sekadar tempat ibadah, melainkan artefak hidup dari kejeniusan peradaban masa lalu yang tetap dijaga hingga kini.
Bagi wisatawan Indonesia yang mencari pengalaman religi dan sejarah yang lebih mendalam, masjid-masjid kayu Anatolia menawarkan sebuah perjalanan lintas waktu yang penuh makna.