Di tengah kelurahan Tarempa, Anambas, Kepulauan Riau, berdiri megah tiga batu raksasa bertumpuk, dikenal dengan nama Batu Tompak Tiga.
Dalam dialek lokal Batu Tompak Tiga disebut Batu Tompak Tige. Lokasinya terletak di ujung Jembatan Selayang Pandang, hanya beberapa langkah dari Masjid Agung Baitul Makmur di jantung Tarempa, Kecamatan Siantan.
Nama “Tompak Tige” berasal dari bahasa Melayu, “tompak” berarti bertumpuk dan “tige” berarti tiga. Sesuai namanya, formasi batuan ini terbentuk dari tiga bongkahan batu besar yang seolah-olah tersusun rapi satu di atas lainnya.
Fenomena geologi ini terbentuk secara alami, menjadi saksi bisu perjalanan waktu di Anambas.
Menyimpan Jejak Masa Silam
Sejarah lisan masyarakat Anambas menyebutkan bahwa batu-batu ini ada sejak masa awal permukiman di Tarempa.
Menurut cerita turun-temurun, batu ini dulunya dianggap sebagai tanda alam sekaligus tempat berteduh bagi para pelaut yang singgah.
Lokasi Batu Tompak Tiga, yang menghadap langsung ke laut, memungkinkan para nelayan tradisional menjadikannya sebagai penanda arah sebelum era navigasi modern.
Diperkirakan, batuan tersebut termasuk jenis granit tua yang banyak ditemukan di Kepulauan Riau, terbentuk dari proses pendinginan magma jutaan tahun lalu.
Kondisi geografis Anambas yang berada di jalur tumbukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia mempercepat proses pembentukan formasi batuan unik seperti Batu Tompak Tiga.
Selain aspek geologis, dalam budaya lokal, batu ini juga dipercayai sebagai lambang kekuatan dan keteguhan.
Tiga batu yang bertumpuk dipercaya melambangkan keseimbangan antara langit, bumi, dan laut, tiga unsur utama dalam kehidupan masyarakat pesisir.
Baca juga: Menelusuri Wisata Sejarah Pulau Buru Kabupaten Karimun
Mitos-mitos Batu Tompak Tiga
Di balik keindahan alam Tarempa, Kepulauan Anambas, tersimpan kisah-kisah misterius yang terus hidup dari generasi ke generasi.
Dikutip dari Instagram Dinas Kebudayaan Anambas, berikut mitos-mitos yang berkembang terkait Batu Tompak Tiga:
Larangan Tengah Hari: Waktu yang Disucikan
Salah satu mitos paling dikenal oleh masyarakat Tarempa adalah larangan bermain atau mendekati batu ini saat azan Zuhur berkumandang.
Menurut cerita para tetua, waktu tengah hari dianggap sebagai momen ketika alam gaib paling aktif.
Mereka yang melanggar larangan ini diyakini bisa hilang secara misterius dan baru kembali beberapa hari kemudian dalam keadaan linglung.
Batu Bertumpuk dan Gua Rahasia
Dibalik tumpukan batu granit raksasa itu, konon terdapat sebuah lubang gua yang dipercaya tembus hingga ke Tanjung Angkak, sebuah wilayah yang kini masih jarang disentuh pembangunan.
Menurut cerita, di ujung gua tersebut terdapat batu besar lain yang dijaga oleh dua makhluk gaib: satu dari aliran putih, satu lagi dari aliran hitam.
Dikisahkan, makhluk-makhluk ini bukan sembarang penjaga.
Mereka disebut sebagai entitas kuno yang menjaga keseimbangan antara dunia manusia dan dunia tak kasat mata di wilayah Siantan.
Mereka juga dipercaya sebagai pelindung dari gangguan manusia yang berniat jahat atau serakah.
Baca juga: Banyan Tree Temple, Klenteng Akar Beringin di Tanjungpinang
Kilatan Cahaya Biru dan Harta Terpendam Batu Tompak Tiga
Legenda lainnya menyebutkan bahwa di dalam tersebut tersembunyi harta karun dari zaman purba.
Konon, harta tersebut ditinggalkan oleh pelaut atau pedagang asing yang pernah singgah di Anambas, dan kini dijaga oleh makhluk halus penunggu batu.
Dari Simbol Menjadi Destinasi Wisata Batu Tompak Tiga
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas mengembangkan destinasi wisata di kawasan batu tersebut.
Mereka membangun Pergola Bintang Kejora, sebuah pelantar berwarna-warni di atas laut yang menghadap langsung ke formasi batu tersebut.
Pergola ini berfungsi sebagai tempat bersantai, tetapi juga sebagai titik foto favorit, terutama saat matahari terbenam.
Setiap sore dan malam, Batu Tompak Tiga dipenuhi oleh warga lokal dan wisatawan yang ingin menikmati panorama laut Tarempa.
Lokasi Objek Wisata