Di Kampung Keter tidak banyak warga yang tinggal. Saya suka, terlebih warganya, mereka ramah-ramah. Baru sampai saja langsung disapa. Mau kemana dan dari mana?
Seniberjalan.com__ Rencana jalan ke Bintan selalu saya undur dengan alasan pekerjaan. Dua hari yang lalu akhirnya saya putuskan pergi.
Sudah ada dua teman di sana yang menanti, yang akan membawa berjalan ke tempat rekomendasi mereka.
Sungguh perjalanan ini adalah sederhana. Saya tidak berekspektasi tinggi pada daerah-daerah yang akan dituju. Saya hanya mengiyakan, ketika teman saya merekomendasikan beberapa tempat di Bintan yang bisa didatangi dalam perjalanan sehari itu.
Ini tidak sedang bertamasya. Bukan pula sedang berwisata. Perjalanan ini mungkin saja bisa menarik orang untuk datang, dengan godaan gambar-gambar pemandangan yang masih perawan.
Syaratnya, harus mau berjalan di jalan kayu yang hampir lapuk di tengah hutan bakau yang lembab. Kadang kuatir bila ular hutan bakau tiba-tiba numpang lewat.
Itulah sedikit tantangan yang harus dilewati saat menemukan Kampung Keter Laut Kelurahan Tembeling, Kecamatan Teluk Bintan, Kepri.
Saya pikir, tidak ada tempat tinggal warga di dalam hutan bakau itu. Setelah bertanya ke teman dimana jalan kayu itu berakhir, barulah saya tahu. Ada kehidupan di dalam hutan.
” Nanti kita akan menemukan rumah warga, ada yang tinggal di sini,” kata teman saya itu.
Kondisi jalan kayu yang lapuk itu tidak membuat saya gentar berjalan, karena lebih fokus pada rasa penasaran, dimanakah jalan kayu itu akan berakhir. Lintasannya cukup panjang.
Saya lebih dulu exicited ketika menemukan jembatan penyebrangan di tengah sungai. Jembatan kayu seadanya itu menghubungkan ke Kampung Keter Laut, sebelum berjalan di kayu yang lapuk di tengah hutan bakau. Tetap hati-hati saja, asal tidak takabur.
Saya melewati dengan santai, tapi tetap saja teman saya jauh tertingal di belakang.
” Kamu jalannya sombong,” komentar teman saya, setelah sampai di ujung jalan kayu.
Menurutnya, dia tidak melihat ada keraguan dalam langkah saya ketika melewati jembatan kayu dan jalan kayu yang lapuk itu. Ah, padahal saya memilah-melihah, kayu mana yang ingin saya injak agar tidak amruk.
Ketakutan tentu ada. Namun tidak perlu memiliharanya. Saya menikmati saja, sambil mengamati pemandangan-pemandang yang bisa ditangkap oleh mata lensa. Toh, ketakutan jembatan lapuk terlupakan oleh aksi berfoto di spot itu berkali-kali.
Di Kampung Keter tidak banyak warga yang tinggal. Saya suka, terlebih warganya, mereka ramah-ramah. Baru sampai saja langsung disapa. Mau kemana dan dari mana?
Kondisi Kampung Keter sangat sederhana. Mereka membangun rumah kayu yang sepertinya sudah berusia tua. Kampung ini menggunakan teknologi solar sebagai sumber energi listrik. Saya melihat panelnya di depan rumah mereka.
Apa yang saya temukan di sini? Tidak banyak, tapi tidak kecewa. View hutan bakau dengan keberadaan gunung Bentan yang gagah menjulang, cukuplah memberi makan untuk kamera saya hari itu.
View Gunung Bentan jelas dari sini karena di Bintan tidak ada yang menghalangi gunung tersebut alias itulah satu-satunya dataran paling tinggi yang dimiliki Bintan.
Tanpa berlama-lama, kami memainkan kebiasaan berfoto-foto saja. Bila ingin datang ke desa ini, jaraknya dari kota Tanjungpinang, Kepri sekitar 40 menit. Posisinya tidak jauh dari spot perkemahan Bintan.
Tidak ada rasa sesal sampai ke sini, tidak perlu rewel men-jus bahwa setiap tempat yang datangi harus sempurna. Justru dengan menerima apapun yang saya temukan, pandangan pada hidup menjadi lebih sempurna.
__mero