seniberjalan.com – Di Banjar, mandi Safar disebut dengan Arba Mustakmir. Sementara di daerah Jawa disebut Rebo Wekasan.

 Di Sumatera, tepatnya provinsi Jambi, ritual ini dirayakan dengan meriah yang diselingi berbagai acara festival. Bagi masyarakat Jambi, ritual mandi Safar tidak sekadar tradisi yang tetap dijaga.

 Lebih dari itu, kegiatan bernuansa islam ini telah menjadi bagian daya tarik wisata Jambi dan didukung penyelenggaraanya oleh pemerintah setempat.

 Seperti diketahui, mandi Safar merupakan ritual yang bertujuan menolak bala dan membersihkan diri. Acara ini dilakukan pada hari Rabu terakhir di bulan ke dua kalender Hijriah atau tepatnya pada bulan Safar.

 Bulan Safar diyakini sebagai bulan di mana Allah menurunkan banyak bala. Untuk itu diadakan doa bersama dan serangkai ritual, salah satunya mandi massal di laut untuk menghindari bala tersebut.

 Tahun ini jatuh pada Rabu, 7 November lalu atau 29 Safar 1440 Hijriyah. Sedikit berbeda dengan ritual mandi Safar di daerah Jawa dan Jambi, di Batam, Provinsi Kepulauan Riau mandi Safar juga dirayakan serupa.

Perayaan di Batam lebih sederhana. Seperti yang dilakukan kalangan masyarakat pesisir Kampung Wisata Terih, Nongsa, Batam Rabu lalu.

 Sebelum mencebur diri ke laut, warga Terih melewati proses siraman yang dilakukan oleh orang yang dihormati atau dituakan di kampung tersebut. Proses siraman dilakukan secara simbolis untuk beberapa orang saja dan kemudian bisa diikuti sendiri oleh masyarakat setempat.

 Di antara warga yang mendapat kesempatan mewakili siraman adalah remaja dan anak-anak. Mereka diguyur dengan air beras di bagian kepala, lalu dibasuh mukanya dengan air beras.

 ‘Si penyiram’ membacakan doa dan harapan-harapan yang disaksikan dan diaminkan warga.

 “Semoga rejekinya lancar,” ucap ‘si penyiram’ yang waktu itu dipercayakan secara simbolis dari perangkat pemerintahan kecamatan Kampung Terih.

 Tradisi tersebut tidak berhenti di situ. Di antara masyarakat setempat, setelah berbilas mereka memilih mencebur diri ke laut atau mandi bersama-sama kerabat terdekat.

Makna Siraman bagi masyarakat Terih

 Menurut orang yang dituakan di Terih, Seno bahwa makna dari perayaan tersebut bisa diambil dari makna air siramannya. Masyarakat Terih menggunakan beras yang sudah ditumbuk, dicampur daun limau (jeruk), air lani dan kayu ulin untuk campuran air siraman itu. Seno menyebutnya ‘Air Bedak Lani’.

 “Beras itu sebagai simbol kesucian, air lani adalah darah dan daun limau adalah keharuman, kami berharap mendapatkan kesucian dan nikmat yang lebih banyak,” kata dia berharap.

 Seno melanjutkan, tradisi Mandi Safar punya makna yang sangat mendalam. Terutama sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia Allah SWT.

Sebagai masyarakat pesisir, ritual itu adalah ungkapan terima kasih atas karunia laut yang diberikan tuhan.

 “Selama ini nelayan melaut, apa gunanya laut untuk kita? jadi kami bersyukur kepada Allah karena telah menikmati karunianya dari laut,” kata dia.

 Selain sebagai bentuk rasa syukur, tradisi ini juga bertujuan untuk memperat silaturahmi masyarakat setempat. Pada penutupan acara Mandi Safar, masyarakat Kampung Terih menggelar makan bersama.

 Daerah lainnya di Kepri yang ikut merayakan ritual mandi Safar adalah Kabupaten Lingga. Mandi Safar memang bukan kewajiban dalam hukum islam namun tradisi bernuansa islam ini sudah kuat dilaksanakan turun-temurun di berbagai daerah di Indonesia.

About the Author