Seniberjalan.com– Suasana Vihara Cetiya Tri Dharma sepi siang itu. Masih terlihat lampion-lampion lama bergantung di langit-langit vihara. Vihara ini terletak di pulau Buru Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau.
Vihara Cetiya termasuk Vihara tua di Pulau Buru. Pasalnya menurut Kepala Dinas Kabupaten Karimun Syuryaminsyah, Vihara tersebut sudah berumur seratus tahun lebih.
” Vihara ini diperkirakan berdiri sejak tahun 1832,” kata dia ketika menemani berkunjung ke vihara tersebut.
Terdapat dua bangunan viharaa yang berseberangan. Sebelah kiri atau yang berdekatan dengan laut, bangunannya cukup luas, dilengkapi dengan gapura bernaga bertiang tinggi.
Sedangkan diseberang bangunan utama, bangunannya tidak begitu luas. Namun, dijelaskan Syuryaminsyah itulah bangunan pertama atau utama ketika vihara tersebut berdiri. Bangunan itupun belum pernah di renovasi dan masih berdiri kokoh.
” Itu vihara yang lama, luasnya belum pernah di renovasi. Cuma kemudian kami menambah bangunan baru lagi di depannya,” lanjut dia.
Sejarah Vihara Cetiya Tri Dharma
Sebelum di beri nama Cetiya Tri Dharma, dulu Vihara ini bernama Bu Sua Teng. Meskipun sudah berganti nama, tulisan Bu Sua Teng masih tertera dipintu masuk vihara utama.
Tidak diketahui secara pasti siapa pendiri vihara Cetiya. Namun, berdasarkan pendapat rakyat setempat, Vihara Cetiya sepertinya lebih dulu di bangun dari bangunan lainnya yang juga berusia lama di situ seperti mesjid Jami Abdul Ghani. Masyarakat setempat meyakini, baik mesjid maupun vihara di bangun oleh orang yang sama.
Sama halnya dengan vihara-vihara yang tersebar di Kepulauan Riau, pada perayaan imlek, Vihara Cetiya ramai di kunjungi orang tionghoa terutama untuk menggelar sembahyang. Tambahan bangunan depannya yang lebih luas. Sepertinya, sangat membantu jikalau pengunjung ramai, mereka bisa beribadah dengan nyaman.
Baca juga: Memandang Pulau Dewata dari Pantai Boom
Bangunan ke dua ini yang diperkirakan di bangun beberapa dekate belakangan memiliki dua bagian. Bagian pertama berupa panggung yang menjorok ke laut. Bagian ke dua berupa ruang terbuka yang memiliki 12 tiang penyangga. Tiang-tiangnya dihiasi dengan ornamen naga dan ayam jago. Pada sisi bawahnya ada altar tempat membakar dupa. Lebarnya satu meter dan tingginya setengah meter.
Sedangkan bangunan utama hanya berukuran 10m x 5m. Lantainya terbuat dari marmer, dengan genteng buatan Prancis bercap ‘Gichard Carvin and Cie, Marseille Standre’. Untuk pemiliharaan tentu saja ada, seperti dinding yang diplester untuk menghindari retak. Kemudian pernah dilakukan pengecatan ulang dan penambahan pagar teralis di pintu masuknya. Kayu pintu dan kusennya masih menggunakan kayu lama yang belum pernah diganti.
Vihara ini tepat berada di bibir pantai atau berada di jalan pendidikan RT 01 RW 05 pulau Buru. Sebelum sampai ke sini tentu harus berlabuh ke pelabuhan domestik Tanjung Balai Karimun dulu kemudian melanjutkan ke pelabuhan antarpulau Boom Panjang Kpk, menuju pulau Buru. Lama perjalanan Batam-Karimun sekitar 1.5jam melalui pelabuhan Harbourbay Batam.
©mero