Seniberjalan.com— Gunung Ringgit memiliki ketinggian 1.250 mdpl, terlihat seakan mudah didaki, nyatanya tidak. Butuh perjuangan ekstra. Apa yang bisa didapat dari gunung ini? ikuti perjalanan mendaki gunung bersama Aru dkk.
Gunung Ringgit merupakan salah satu gugusan Gunung Putri Tidur di Situbondo. Kenapa disebut Gunung Putri Tidur? karena jika diliat dari sisi timur Situbondo, penampakan gunung ini seolah olah seperti wajah seorang putri cantik yang tidur, menghadap ke langit dan berambut panjang.
Kami berangkat ber-tim. Tim yang berjumlah 12 orang (ada yang berasal dari Backpacker Situbondo, ada yang dari Bondowoso dan juga Probolinggo) berkumpul di warung pintu gerbang pendakian, tepatnya di Jalan pantura sebelah timur pantai pasir putih, Desa Pecaron Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.
Kami memulai perjalanan jam 18.10 wib, berawal melewati gang kampung yang berpaving rapi. Berlanjut menapaki jalan yang berbatu sejauh 3 KM untuk mencapai pos 1. Tak perlu waktu lama, sekitar jam 19.45 sudah sampai.
Pos 1 adalah Gunung Agung yang merupakan komplek keagamaan, salah satu tujuan wisata religi kota Situbondo. Di situ terdapat makan Raden Condro Kusumo, beliau adalah bangsawan muslim dari Situbondo. Banyak peziarah yang datang tiap harinya bisa puluhan bahkan ratusan orang. Ada beberapa rumah pondok bagi para peziarah dan para pendaki untuk beristirahat.
Perjalanan belum selesai sampai di sini. Lanjut perjalanan dari Gunung Agung jam 21.00 wib melewati hutan yang lebat, beruntung malam itu bulan lumayan terang menemani.
Lereng hutan yang curam serta sempitnya jalan yang hanya cukup untuk dua kaki, membuat hati dag dig dug. “jalannya mepet kanan” teriak seorang teman yang di depan, itu tandanya sebelah kiri jalan adalah jurang.
Tak berhenti di situ adrenalin kita dipacu, tanjakan berbatu mendominasi jalur dari pos 1 ke pos 2. Stamina prima sangat dibutuhkan dan Aru harus menghela nafas berkali-kali. Keringat bercucuran.
Jam menunjukkan pukul 00.10 wib dan kami telah sampai di pos 2 berupa tanah lapang. Di sini kami istirahat lumayan lama, sempat tiduran, bikin api unggun dan menyedu kopi tentunya.
Suasana mulai dingin. Kaki melangkah melanjutkan perjalanan menuju puncak. Jalur semakin ekstrim masih ditemani jalanan menanjak dan berbatu serta beberapa tebing.
Tebing dengan kemiringan 90 derajat ini sudah terpasang tali serta tangga besi.
Keterampilan panjat tebing sangat dibutuhkan. Disini medan cukup sulit, harus berhati-hati dalam melangkah. Wow tepat jam 04.00 kita sudah sampai puncak.
Puncak dari Gunung Ringgit lebih dikenal dengan nama Puncak So’on. Karena dipuncaknya terdapat pasarean atau makam dari seorang tokoh pembabat tanah Situbondo. Yang mitosnya jika kita meminta sambungan doa atau nyo’on bakalan cepet terkabul.
Kesan pertama di puncak Ringgit, wow indahnya pemandangan lampu-lampu kota bak bintang diatas tanah. Bukan itu saja, tak perlu nunggu lama matahari mulai menampakkan diri.
Perpaduan sunrise, langit kekuning-kuningan, lautan berwarna biru dan hijaunya hamparan hutan belantara menjadi satu.
Puncak Ringgit terasa sempurna. Percayalah tingkat kesulitan dalam perjalanan berbanding lurus dengan kebahagiaan yang akan kita dapatkan.