Seniberjalan.com- Nasi Kapau adalah kuliner Minang yang berasal dari nagari (desa) Kapau, Agam, Sumatera Barat. Nasi Kapau mirip nasi Padang.

Namun lebih dikenal dengan menjajakan lauk pauk khas Kapau, seperti gulai sayur nangka, gulai tunjang (kaki sapi), gulai cangcang (daging cincang), tambusu (usus), gajeboh (lemak daging) dan aneka lauk lainnya.

Makanan ini memang tidak sefamiliar nasi Padang. Usaha lapau nasi Kapau pun tak sebanyak restoran nasi Padang; yang lebih cepat berkembang dan mudah ditemukan di berbagai tempat bahkan sekarang sudah sampai hingga ke luar negeri.

Sementara lapau nasi Kapau, meskipun sudah berkembang di luar nagari asalnya, Nagari Kapau, lapaunya masih kalah jumlah dengan restoran nasi Padang.

Padahal, jika dilihat dari sejarahnya, menurut Fadly Rahman Dosen Sejarah Universitas Padjajaran, bahwa lapau nasi Kapaulah yang mulanya membentuk citra masakan Minang dan juga mempengaruhi usaha nasi Padang.

Nasi ini dan nasi Padang memang tampak sama, tetapi ada beberapa hal yang membuat nasi Kapau berbeda dari nasi Padang.

Dalam webinar “Online Food Tour, Lapau Nagari Kapau”, yang diadakan Aksara Pangan beberapa waktu lalu, Fadly Rahman mengulik sejarah lampau lapau nasi Kapau.

Penjelasan Fadly akan membawa pemahaman pada perjalanan sejarahnya dan bagaimana terbentuknya citra masakan ranah Minang.

Dari sini dapat ditarik sedikit perbedaan antara Lapau dan Restoran Nasi Padang.

Awal Mula Terbentuknya Citra Masakan Minang

Dari dulu orang Minang sudah dikenal dengan filosofi merantaunya. Perjalanan rantau orang Minang ikut membentuk ragam masakan Minang, termasuk nasi Kapau.

Bermula dari aktivitas perdagangan di selat Malaka, sebuah selat yang mempertemukan perdagangan antara orang Sumatera dan Malaysia (orang Minang sudah sampai ke Negeri Sembilan pada saat itu).

Berdasarkan pemetaan geografis, menurut Fadly selat Malaka juga sebagai tempat pertemuan perdagangan dari berbagai bangsa.

Baca juga: 6 Perlengkapan yang Harus Dibawa Saat Traveling di Masa Pandemi

Bangsa-bangsa yang berdagang di sana datang dari Arab, India, Asia timur dan Eropa pada masa abad ke 15-16 M. Pada masa itu selat Malaka adalah pelabuhan transito perdagangan rempah.

Mereka mengincar pala dan cengkeh yang ada di Maluku dan Banda. Pada tahun 1511 Portugis berhasil menaklukkan kerajaan Malaka dan menguasai selat Malaka.

"nasi kapau.jpg"

 

Selain selat Malaka, Kawasan pelabuhan Tiku di Pariaman, juga menjadi persinggahan para pedagang India, Eropa, dan Arab.

Para saudagar ini singgah di Pelabuhan di Pariaman, mereka dijamu dengan masakan Minang di sana. Makanan yang dihidangankan seperti gulai daging, kuah kari, tambusu dan gajeboh (lauk khas yang biasanya dihidangkan di Nasi Kapau).

Kuat perkiraan rempah kuah dalam masakan minang dipengaruhi oleh kuliner India yang berpadu dengan rempah nusantara.

Selain itu perpindahan orang minang (merantau), melalui 4 jalur sungai di Sumatera: (Jalur Rokan, Jalur Kampar, Jalur Indragiri dan Jalur Batanghari) hingga bermigrasinya orang Minang ke negeri 9 pada abad 15 dan 16 M juga membentuk simpul kebudayaan dan citra kuliner di Sumatera Barat.

Daerah-daerah yang dilalui orang Minang tersebut, banyak sedikitnya membawa pengaruh kebudayaan orang Minangkabau dan citra kekulinernya. Misalnya di Jambi dan Negeri Sembilan, Malaysia.

Para Perempuan Penjual Nasi Kapau

Kebiasaan merantau orang Minang juga tidak terlepas dari upaya kolonial mengeluarkan laki-laki minang dari rumahnya (Rumah Gadang) pada masa penjajahan Belanda.

Pada masa Perang Padri, semula kaum adat dan reformis Islam yang saling bertentangan, kemudian bersekutu melawan Belanda. Perang ini telah memakan biaya besar dan berlangsung lama.

Untuk itu, salah satu taktik Belanda untuk mengurangi pemberontakan adalah mengeluarkan laki-laki minang dari kampungnya.

Maka dihunilah kampung-kampung oleh para perempuan dan rumah gadang yang secara matrilineal juga ditempati oleh perempuan Minang.

Di Nagari Kapau, Agam tempat lahirnya lapau nasi Kapau, para perempuan mulai berdagang dan menjajakan dagangan mereka ke pasar. Mereka menjual nasi di lapau atau di kedai Nasi Kapau yang masih sangat sederhana.

sumber: Webinar Aksara Pangan

Kata Fadly, lapau di masa kolonial, memiliki kesamaan bentuk dengan lapau-lapau seperti nagari Kapau saat ini dan berbeda bentuk dengan warung nasi Padang yang lebih umum menggunakan etalase.

Lapau Nasi Kapau yang sudah berkembang di Payakumbuah

Di lapau, masakan dijajakan di atas meja, persis di depan penikmat. Hal ini menujukan sebuah keegaliteran antara pedagang dan penikmat. Sementara di warung nasi Padang, posisi lauk dijajakan di etalase.

Pada dasarnya tradisi merantau dan pertemuan simpul perdagangan tadi telah membentuk citra masakan minang dan tentunya nasi Kapau. Kemudian berkembang pula restoran nasi Padang hingga saat ini.

About the Author

mer

Founder

Simple

View All Articles